Kasus antara PT.GPU (Gorby Putra Utama) dengan
PT.SKE (Sentosa Kurnia Energy)
PT.GPU salah satu perusahaan
peralatan yang menyediakan peralatan kebutuhan perkebunan tersandung masalah
dengan PT.KSE. Kasus ini muncul saat keduanya menjalin kerjasama pada bulab
maret 2012. Kala itu, PT.KSE memesan peralatan mesin traktor dan peralatan
kebun lainnya dari PT.GPU, kemudian pada bulan mei tahun 2012 peralatan mesin
perkebunan itu datang secara bertahap dan pada bulan juni 2012 pemesan
peralatan mesin perkebunan itu usai atau telah tuntas.
Tak berselang lama dari itu,
tepatnya tanggal 23 september 2012 peralatan mesin perkebunan itu telah rusak
setelah dipakai beberapa bulan. PT.KSE menuding perusahaan PT.GPU ini
mengingkari kontrak perbaikan mesin perkebunan mereka yang menurut perjanjian
memiliki garansi perbaikan hingga 1 tahun. Saat itu PT.KSE meminta mesin
tersebut diservis kembali lantaran baru dipakai selama 3 bulan, akan tetapi
PT.GPU menolak. Alasannya, kerusakan itu di luar yang diperjanjikan. Dalam
kontrak, garansi diberikan jika kerusakan karena kesalahan pengerjaan. Ini yang
membuat pihak PT.KSE naik pitam. Pada bulan desember 2012 PT.KSE pun menggugat
ke PT.GPU dengan ganti rugi sebesar US$ 5 juta atau sekitar Rp 76 miliar ke
Pengadilan Negeri Tangerang. Mediasi memang sempat dilakukan, tapi menemui
jalan buntu.
Dengan dasar itu, pada maret
2013 PT.KSE mengalihkan gugatannya ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat. Tapi ternyata gugatan itu ditolak oleh pengadilan. Padahal di
sisi lain, PT.GPU memiliki hutang perawatan mesin perkebunan milik PT.KSE sejak
Agustus 2011, dan tiba-tiba di tengah transaksi perjanjian tersebut PT.GPU
memutuskan secara sepihak beberapa kontrak perjanjian perbaikan dan pembelian
peralatan perkebunan, padahal peralatatan perkebunan itu sudah siap untuk
diserahkan sehingga kerugian di pihak PT.KSE mencapai ratusan juta rupiah
disebabkan pengingkaran atas perjanjian secara sepihak tersebut dan atas ini
yang kemudian masuk hutangnya, dan sudah jatuh tempo sejak awal 2012. Tapi tak
kunjung dilunasi oleh PT.GPU hingga pertengahan tahun 2012.
Pada mulanya pihak PT.KSE tidak
ingin memperkeruh permasalahan ini mengingat hubungan antara PT.KSE dan PT.GPU
sangat baik, namun setelah dilakukan melalui cara kekeluargaan oleh pihak
PT.KSE dengan cara mendatangi pihak PT.GPU di kantor PT.KSE, tetap saja tidak
ada respon timbal-balik dari PT.GPU. Padahal jika dilihat dari perlakuan yang
dilakukan oleh PT.KSE dengan membawa perkara peralatan mesin perkebunan itu ke
pengadilan bisa berbanding terbalik dengan perlakuan PT.GPU yang ingin
menyelesaikan perkara hutang PT.KSE dengan cara kekeluargaan tanpa di bawa ke
pengadilan. Setelah pihak PT.KSE bertenggang rasa selama tiga bulan, akhirnya
permasalahan ini diserahkan kepada kuasa hukumnya Sugeng Riyono S.H.
Menurut Sugeng “PT.GPU sebagai
salah satu perusahaan yang menyediakan peralatan perkebunan, telah melakukan
transaksi hutang yang semena-mena dengan didasarkan i’tikad buruk, tidak pernah
memikirkan kondisi dan kepentingan klien yang diajak bekerjasama bahkan tiga
somasi yang telah dilayangkan oleh pihak PT.KSE terhadap PT.GPU pun masih tidak
ada konfirmasi balik kepada pihak PT.KSE”, dengan dasar ini pula Sugeng selaku
kuasa hukum PT.KSE akan menggugat PT.GPU ke pengadilan, begitulah, PT.GPU
benar-benar dalam keadaan siaga satu[1].
http://koirula.blogspot.co.id/2014/01/studi-kasus-hukum-perikatan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar